TAZKIRAH : SI PENEBANG POHON

 TAZKIRAH : SI PENEBANG POHON 


Seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk menebang pohon di hutannya. Kerana gaji yang dijanjikan serta kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja dengan sebaik mungkin. Ketika mula bekerja, si majikan memberikan sebilah kapak dan menunjukkan kawasan kerja yang harus diselesaikan dengan tempoh waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon. Hari pertama bekerja, dia berhasil menebang 8 batang pohon. Kemudian pada petang hari, mendengar hasil kerja si penebang pohon, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerja kamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”.

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil menebang 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil ditumbangkan.

“Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku, bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” fikir penebang pohon berasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap berjumpa sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyemak dan bertanya kepadanya, “bila terakhir kamu mengasah kapak?”

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga ke petang dengan sekuat tenaga”. Kata si penebang.

“Patutlah!, disinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu boleh menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk macam mana pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimum. Sekarang mulalah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” kata sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terima kasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga ke malam seolah-olah, sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan perkara lain yang sama pentingnya, iaitu beristirehat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Setiap daripada kita pasti mempunyai senarai nilai tambah yang perlu dikecapi. Maka, carilah masa untuk upgrade value pada diri kita supaya kehidupan kita akan menjadi lebih dinamik, berwawasan dan selalu baru !






No comments